Goa Kucing


PROBOLINGGO – Pengunjung obyek wisata gua kucing di pulau Gili Ketapang, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo membludak. Bahkan, pengunjungnya tidak hanya berasal dari Probolinggo, namun juga banyak pengunjung dari berbagai daerah di Jatim. Seperti Lumajang, Jember, Banyuwangi, Situbondo dan Surabaya.
Gua kucing itu, tidak hanya merupakan obyek wisata biasa. Namun salah satu tempat yang konon merupakan petilasan salah satu tokoh wali songo yang tersohor di tanah Jawa, yakni Syech Maulana Ishaq.“Kalau malam jumat legi seperti ini banyak peziarah yang datang,” ujar warga setempat, H. Sumar kepada wartawan, Kamis (16/1).
Pengunjung yang datang itu, tidak hanya berkunjung biasa, melainkan lebih banyak melakukan ritual di tempat itu. Tak heran, jika sampai sekarang di gua itu banyak para musafir yang berasal dari luar daerah yang bermukim disana.
Berdasarkan data yang diperoleh, luas desa Gili tersebut kurang lebih 68 ha dengan jumlah penduduk sekitar 7600 jiwa. Untuk bisa sampai ke desa tersebut, para pengunjung harus menyeberang dengan menaiki kapal transportasi dengan jarak waktu tempuh selama 30 menit dari pelabuhan Tanjung Tembaga Kota Probolinggo.
H. Sumar menjelaskan, membludaknya para peziarah di malam Jum’at legi yang hendak ke gua kucing itu, tentu berpengaruh terhadap pemilik kapal transportasi penyeberangan. Untuk menaiki kapal penyeberangan itu, penumpang cukup mengeluarkan kocek Rp.5 ribu.“Kalau jum’at legi pemilik kapal transportasi panen karena banyak penumpang yang hendak berziarah,” katanya.
Hanya saja, meski penumpang membludak, para kapal transportasi tidak berani mengangkut penumpang yang melebihi muatan. Apalagi sejak beberapa hari ini kondisi cuaca laut kurang bersahabat. “Sekarang ini ombak laut cukup besar, tetapi pengunjung masih berani menyeberang,” timpal dia.
Salah seorang peziarah, Sahid mengatakan, dirinya berkunjung ke gua kucing itu tidak hanya berkunjung biasa. Namun melakukan ziarah ke tempat itu. Bahkan, Sahid mengaku sudah berhari-hari berada di tempat petilasan salah satu tokoh wali songo yang terkenal itu.


Banyak Kucing Berkeliaran
Meski Sahid bukan orang asli desa Gili, namun sejarah tentang keberadaan gua tersebut cukup tahu. Apalagi sejarah tentang pulau Gili tersebut, bukan sebuah rahasia lagi, namun sudah banyak masyarakat yang mengetahuinya.“Konon gua ini diberi nama kucing karena disini banyak kucingnya,” katanya.
Menurut warga sekitar, kucing di gua itu tidak hanya satu ekor saja, tetapi hewan itu sangat banyak di tempat itu. Konon kucing-kucing yang berada di gua tersebut, merupakan hewan piaraan Syech Maulana Ishak.
Sebagai salah satu tokoh wali songo, Syech Maulana Ishak melakukan penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Beliau melakukan perjalanannya dari Gresik hendak ke bumi Blambangan, Banyuwangi. Sebelum sampai ke tujuan Syech Maulana Ishak mampir ke desa itu.“Ada pula yang cerita yang mengatakan kalau salah satu kucing piaraan beliau itu bertuliskan arab di atas kepalanya,” terang Sahid.
Karena banyak kucing di tempat itu, masyarakat kemudian menamakan gua itu menjadi gua kucing. Anehnya kucing-kucing yang konon piaraan Syech Maulana Ishak itu kini hanya sebuah tinggal cerita. Karena kucing-kucing tersebut juga meninggalkan gua sejak si empunya meninggalkan gua tersebut.
Walaupun keberadaan kucing tersebut hanya tinggal sebuah cerita, tidak sedikit warga maupun peziarah yang mendengar adanya suara kucing ghoib jika di malam hari. Suara kucing ghoib itu biasanya muncul pada malam jum’at legi.


Pulau Gili Menyatu dengan Ketapang
Desa Gili atau pulau Gili tak hanya menyimpan sejarah tentang perjalanan penyebaran Islam yang dibawa oleh Syech Maulana Ishak. Namun desa itu cukup melegenda. Banyak para sesepuh yang mengatakan, jika desa Gili itu sebenarnya menyatu dengan desa Ketapang (yang kini menjadi kelurahan Ketapang).
“Dulu ceritanya desa Gili itu berdempetan dengan Ketapang,” ujar Mbok Anom, seorang sesepuh asal warga Kelurahan Triwung Kidul, Kecamatan Kademangan.
Pecahnya antara desa Gili dengan Ketapang tersebut, konon karena terjadi gempa dahsyat akibat letusan gunung Semeru. Sehingga secara ghoib, terjadi pergerakan lambat. Desa Gili terseret oleh ombak laut jawa pada saat itu.“Makanya sampai sekarang desa itu masuk wilayah Kecamatan Sumberasih,” katanya.
Mbah Anom menceritakan, desa itu disebut Gili karena nama itu berasal dari bahasa Madura yang artinya mengalir. Padahal hakekatnya desa itu merupakan pecahan dari desa Ketapang yang mengalir akibat letusan gempa dahsyat yang terjadi pada jaman itu.

Komentar